Senin, 08 November 2010

Entrepreneur: Dilahirkan atau Diajarkan?

Seperti perdebatan mengenai apakah pemimpin itu dilahirkan atau diajarkan, maka terjadi perdebatan yang menarik pula antara mereka yang percaya bahwa entrepreneur itu dilahirkan dan mereka yang percaya bahwa entrepreneur itu diajarkan. Yang percaya bahwa entrepreneur dilahirkan secara otomatis tidak percaya bahwa entrepreneurship bisa diajarkan. Yang percaya bahwa entrepreneur dapat diajarkan menolak pandangan bahwa entrepreneur dilahirkan. Bagaimana jika entrepreneur itu kedua-duanya, dilahirkan dan diajarkan?

Sebelum membahas mengenai pertanyaan tersebut, saya ingin memberikan alasan mengapa mendiskusikan masalah dilahirkan atau diajarkan ini penting. Ini adalah diskusi klasik di dunia pendidikan yang terkenal dengan istilah "Nature versus Nurture." Dan semua pendidik yang paham akan kepentingan nature dan nurture akan mengatakan bahwa kedua-duanya penting di dalam pendidikan. Contoh: jika kita percaya bahwa manusia dilahirkan dengan potensi baik, maka kita akan dengan penuh semangat mengajarkan kebaikan kepada manusia. Demikian juga jika kita percaya bahwa manusia itu lahir tidak mungkin bisa baik, maka kita tidak akan melakukan usaha sia-sia mengajarkan kebaikan kepadanya. Secara parallel konsep ini dapat diterapkan di dalam diskusi kita akan pendidikan entrepreneurship.

Bagi yang memahami bahwa entrepreneurship ini hanyalah merupakan proses alamiah dari manusia yang didapat dari bakat yang diturunkan secara genetic, maka pendidikan entrepreneurship tidaklah perlu diprioritaskan sebab toh semuanya kembali kepada alasan genetika. Tetapi kebalikannya, bagi yang memahami entrepreneurship hanya bisa didapat melalui pengajaran dan pendidikan, baik informal, non-formal, maupun formal, maka pendidikan entrepreneurship akan menjadi prioritas utama di dalam menjadikan dan membentuk entrepreneur-entrepreneur. Diskusi yang jelas akan hal ini akan memberikan dampak yang serius atas apa yang hendak dilakukan di dalam usaha mencetak entrepreneur-entrepreneur baru di bumi nusantara ini. Di artikel singkat ini, sejalan dengan pendapat para ahli pendidikan tentang diskusi klasik Nature versus Nurture, maka saya juga mengatakan bahwa entrepreneur dilahirkan dan diajarkan.

Sekarang, mengapa saya mengatakan bahwa entrepreneur dilahirkan dan juga diajarkan? Sebelum saya menjawab pertanyaan tersebut, saya akan menjelaskan apa yang saya pikirkan mengenai entrepreneur. Sejauh saya mempelajari tentang entrepreneurship, banyak kali saya temukan bahwa entrepreneurship didefinisikan dengan sangat sempit, yaitu hanya sebagai ketrampilan dan pengetahuan dalam hubungannya dengan membuka lahan bisnis yang baru. Pengertian akan entrepreneurship yang dihubungkan langsung dengan dunia bisnis inilah yang membatasi pengertian yang asli dari entrepreneurship. Istilah entrepreneur berasal dari bahasa Prancis entreprendre yang artinya mengambil langkah memasuki sebuah aktifitas tertentu atau sebuah enterprise; atau menyambut tantangan. Di dalam pengertian yang asli dari kata entrepreneur di dapat tiga hal yang penting, yaitu creativity-innovation, opportunity creation, dan calculated risk-taking. Tiga unsur inilah yang utama yang ada di semua entrepreneur manapun.

Maka, jika entrepreneur dimengerti di dalam tiga aspek yang disebutkan di atas, tidaklah salah jika dikatakan bahwa kita semua lahir sebagai entrepreneur. Kalau kita mengamati pertumbuhan anak-anak, kita semua pasti sepakat bahwa anak-anak itu semua lahir dengan potensi kreatif-inovatif, pencipta peluang yang handal, dan pengambil resiko yang berani. Anak-anak sejak lahir adalah penjelajah-penjelajah ulung yang tidak mengenal lelah. Mereka setiap saat dan selalu mencipta kesempatan untuk belajar mengenai apapun di dunia ini. Dan mereka juga selalu berkreasi tanpa henti dengan segala keluguan dan kenaifan mereka. Mereka juga penuh dengan keberanian melakukan banyak hal walaupun ada banyak bahaya yang belum mereka pahami. Ini semua potensi-potensi yang secara alamiah sudah tertanam di dalam diri anak-anak sejak lahir tanpa perlu adanya pendidikan terlebih dahulu. Oleh sebab itu, tidaklah keliru jika dikatakan bahwa semua manusia lahir dengan potensi entrepreneur. Maka juga tidak salah jika dikatakan bahwa entrepreneur dilahirkan.

Jika kita melirik pendidikan formal maka kita akan mendapatkan hal menarik dalam kaitannya dengan potensi entrepreneur yang sudah dipunyai anak-anak sejak lahir. Kalau kita perhatikan aktifitas-aktifitas di sekolah-sekolah mulai playgroup sampai TK maka akan ditemukan dengan sangat kaya kreatifitas, penciptaan peluang, dan pengambilan resiko dari murid-murid yang mewarnai seluruh proses belajar mengajar di kelas. Tetapi yang menyedihkan adalah bahwa proses kreatif, penciptaan peluang, dan pengambilan resiko tersebut mendadak berhenti secara radikal ketika murid masuk ke sekolah dasar dan ini berlanjut bahkan sampai tingkat universitas. Secara umum, di semua sekolah di negara manapun tiga aspek tadi menjadi terlupakan sejak memasuki bangku SD. Negara-negara maju baru dalam kira-kira dua puluhan tahun terakhir ini berupaya mereformasi sistem dan pola pendidikan yang hendak mengutamakan seni dimana di dalamnya terdapat pelatihan intensif kreatifitas dan inovasi. Tidak semuanya mengadopsi upaya reformasi ini sebab sistem pendidikan tradisional masih mengakar dengan sangat kuat.

Sehingga bisa disimpulkan bahwa pendidikan formal menjadi salah satu penghambat berkembangnya potensi entrepreneur yang dimiliki oleh manusia sejak lahir. Yang lebih menyedihkan adalah, bahwa pendidikan formal tidak hanya memiliki kekuatan untuk menghambat potensi entrepreneur tetapi bahkan memiliki daya untuk menhancurkan atau mematikan potensi entrepreneur di dalam diri manusia. Dari playgroup sampai TK hanyalah sekitar tiga tahun, dibandingkan dengan dari SD sampai lulus universitas yang mencapai enam belas tahun, maka tidak heran jika proses pertumbuhan potensi entrepreneur jadi terhambat atau mati. Jika pada kenyataannya proses pendidikan formal bisa menghambat potensi entrepreneur, maka secara berbalik seharusnya proses pendidikan formal juga bisa mengembangkan dan melatih potensi entrepreneur. Oleh sebab itu, sangatlah benar jika disimpulkan bahwa entrepreneurship juga haruslah diajarkan, dilatihkan, dan dididikkan.

Jika model pendidikan formal tidak direformasi maka pendidikan formal kita telah berkontribusi menghambat atau mematikan calon-calon entrepreneur di dalam diri anak didik kita. Jadi betul seperti yang pernah disampaikan oleh Dr. Ir. Ciputra bahwa kita perlu merubah model pendidikan kita untuk boleh mengakomodasi aspek-aspek kreatif-inovatif, penciptaan peluang, dan pengambilan resiko yang terhitung. Jika tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan menjadikan manusia Indonesia yang seutuhnya, maka pendidikan nasional kita perlu memikirkan proses belajar mengajar yang berbasis entrepreneurship. Inilah lompatan kuantum yang dimaksudkan oleh Dr. Ir. Ciputra dalam orasi ilmiahnya di Universitas Tarumanagara beberapa waktu lalu.
Kita semua terlahir dengan potensi entrepreneur dan pendidikan dapat mengembangkan atau mematikan potensi tersebut, maka langkah apakah yang paling tepat untuk diambil di dalam pengaturan proses belajar mengajar di dunia pendidikan formal? Akankah kita membiarkan proses pendidikan yang menghambat potensi entrepreneur di dalam diri kita yang sudah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa? Ataukah kita akan turut serta mengembangkan dan memelihara potensi entrepreneur itu melalui proses pendidikan formal yang lebih baik? Saya mengambil posisi untuk terjun ke dalam pengembangan dan pemeliharaan potensi entrepreneur melalui pendidikan dengan model pembelajaran berbasis entrepreneurship.

Akhir kata, jika pendidikan nasional boleh ditujukan kepada pembelajaran berbasis entrepreneurship, maka bukan saja tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan pembentukan manusia Indonesia seutuhnya dapat tercapai dengan lebih baik, tetapi juga masalah kemiskinan dan kemelaratan yang telah menghantui kehidupan bangsa kita akan dapat ditanggulangi dengan penuh harapan. Suatu saat nanti kita boleh melihat bangsa kita berjaya sebagai bangsa yang entrepreneurial yang menghormati potensi pemberian Tuhan dan melaksanakan tanggungjawab pendidikan dengan setia.

*penulis adalah Academic Affairs Advisor Ciputra University dan Education Advisor University of Ciputra Entrepreneurship Center.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar