Senin, 08 November 2010

Digitalpreneur Indonesia

Meski tak semua berasal dari kalangan muda, para digitalpreneur adalah sosok kreatif yang cepat membaca trend di bidang teknologi informasi dan komunikasi. Mereka cepat menyambar peluang yang tak bisa dilihat pengusaha konvensional. Seperti apakah kiprah bisnis mereka? Bagaimana prospeknya? Kemal Arsjad: Melambung Berkat Piawai Bernegosiasi. Kehadiran Kemal Arsjad di belantara teknologi informasi (TI).

menghadirkan inspirasi baru: tidak mesti seorang ICT-preneur memiliki latar belakang pendidikan di bidang TI. Lantaran kepiawaiannya bernegosiasi, sarjana pemasaran lulusan Universitas Pelita Harapan ini mendirikan Better-B, pembuat aplikasi BlackBerry melalui bendera PT Diantara Kode Digital (DKD) pada Desember 2008.

Kemal sendiri “kejeblos” di dunia TI lantaran pergaulannya yang cukup intim dengan pengguna ponsel pintar BlackBerry lainnya melalui milis ID-BlackBerry. Dari situ, ide mengoptimalkan perangkat BlackBerry terus bermunculan. Pada Maret 2008, bersama beberapa temannya, Kemal coba mengutak-atik BlackBerry dan menciptakan aplikasi yang intinya dapat memudahkan konsumen dalam menggunakan ponsel ini. “Waktu itu kami perlu me-refresh memory. Meski tidak tahu caranya, terpikir juga kenapa kami tidak buatkan setting-nya sekalian di dalam BlackBerry,” ujar pria kelahiran tahun 1976 yang berhasil bangkit dari ketergantungannya pada narkotika itu.

Bertekad menjadi lebih serius, Kemal lantas mengumpulkan beberapa temannya, para engineer TI yang berpengalaman bekerja di perusahaan TI dunia seperti Sun Micro System dan Cisco. Setelah mendirikan DKD, Kemal lantas melamar menjadi rekanan Research in Motion (RIM). “Alhamdulillah dicuekin, gak ada feedback sama sekali,” papar mantan karyawan Elnusa ini.

Tak putus asa, dirinya terus merangsek maju. Hingga akhirnya, ia bertemu dengan salah satu Representatif RIM di Indonesia. Dari situ, ia lantas dihubungkan ke kantor regional BlackBerry di Hong Kong guna mendapatkan lisensi aplikasi BlackBerry. Ia pun dapat bertemu langsung dengan pihak RIM dan sempat ditawari bekerja di RIM. Toh, Kemal menolak karena ia memiliki perusahaan dan keluarga yang tak bisa ditinggalkan. “Dua bulan proses pendekatannya, Oktober saya ajukan proposal, Desember saya disodori non-disclosure agreement. Padahal, biasanya approval baru disetujui itu tiga sampai 6 bulan,” ujarnya.

Kerja sama pun terjalin dalam bentuk lisensi. Kemal lantas membangun positioning Better-B sebagai mobile marketing. Aplikasi pertama yang dibuatnya adalah XL Mall, sebagai toko maya BlackBerry pertama untuk pelanggan ritel dan korporat BlackBerry dunia. Melalui XL Mall, pelanggan dapat membeli berbagai aplikasi seperti wallpaper, ringtone, lagu fulltrack dan aneka tip ber-BlackBerry dengan harga Rp 5-15 ribu per aplikasi.

Selain Better-B, Kemal juga mengembangkan software aplikasi Shakalogic yang ditujukan bagi segmen korporat. Lewat aplikasi di BB ini, perusahaan dapat mengimplementasi sistem mereka secara terintegrasi. Salah satu contoh karyanya adalah implementasi SAP melalui BB. Lewat aplikasi ini, manajemen bisa setiap saat melihat sistem di kantor tanpa harus membuka laptop. Selain itu, DKD juga membuat aplikasi Human Resource Management System. “Kalau ada karyawan yang hendak cuti atau melihat klaim rumah sakit, bos cukup melihat di BlackBerry,” tuturnya menjelaskan.

Melihat perkembangan pengguna BlackBerry di Indonesia, Kemal yakin akan masa depan DKD. Buktinya, setahun setelah peluncuran, Better-B sudah mencetak revenue Rp 300 juta per bulan. Selain itu, pasar BlackBerry di Indonesia sendiri cukup unik. Di luar negeri seperti Amerika Utara, dari 30 juta pengguna BlackBerry, mayoritasnya adalah korporat. Di Indonesia, dengan 1,2 juta pemakainya, BlackBerry justru menjadi bagian dari gaya hidup. “Pada akhirnya, ini menjadi contoh untuk pasar-pasar lain di dunia,” ujar Kemal yang memosisikan DKD sebagai creative technology driven company.


Siti Ruslina/Eddy Dwinanto Iskandar

Riset: Ratu Nurul Hanifah

Gudang Voucher:

Sukses Berbekal Kepeloporan


Kejelian dan kepeloporan menjadi modal sukses bagi pengelola PT Buana Media Teknologi (BMT) dalam membesarkan Gudang Voucher sejak 2004. Ketika perusahaan ini akan berdiri, banyak perusahaan game yang penjualannya minimal, terutama karena adanya kendala distribusi vocer. Di satu sisi demand tidak terlalu banyak, tetapi di sisi lain dituntut harus bisa mendistribusikan vocer game hingga ke seluruh channel di Indonesia. Alhasil, sulit bagi perusahaan game bisa bertahan.

Dari situ pengelola Gudang Voucher melihat peluang mempermudah distribusi vocer dengan cara menyediakan vocer elektronik sebagaimana vocer telepon seluler sekarang. “Kalau voucher handphone di mana pun orang bisa dapat, tapi kalau voucher content, kan tidak semudah itu mendapatkannya,” kata Gede Buwana Mahartapa, COO BMT. Jadi, Gudang Voucher merupakan pionir di bisnis ini. Dan kini BMT yang didukung 13 karyawan telah sukses menggandeng 40 perusahaan merchant dengan menyediakan vocer untuk 200-an konten, serta memiliki sekitar 75 ribu user. Jumlah ini masih terus bertambah 200-300 user per hari.

Jenis vocer yang disediakan Gudang Voucher tak lagi hanya vocer online game, tetapi juga Voice over Internet Protocol (VoIP) atau vocer kartu hemat seperti Dial 88 dan Halo Phone. Vocer Internet seperti CBN untuk akses hotspot lewat area publik, Speedy, Indosat 3G, Biznet, koneksi fiber optik, dan sebagainya juga bisa digunakan. Bahkan, Gudang Voucher pun menjual vocer Telkom Vision — televisi satelit berbayar dari Telkom. Umumnya, layanan TV berbayar selalu menggunakan sistem pascabayar. Namun, Telkom Vision menawarkan kesempatan membayar dengan vocer dan paket-paket tertentu seperti paket pendidikan.

Yang menarik, dalam setahun Gudang Voucher sanggup mencatatkan omset sekitar Rp 10 miliar. Tentu saja, itu prestasi yang ciamik. Maklum, Buwana mendirikan BMT hanya dengan modal Rp 25 juta, bersama dua rekannya — sejak 2005 pemegang saham bertambah menjadi empat orang, dengan masuknya A. Haryawirasma.

Lulusan D-3 Ekonomi Universitas Gadjah Mada dan D-3 Teknik Elektro Akademi Perindustrian itu mengungkapkan, modal awal pendirian Gudang Voucher berasal dari pendapatan perusahaan sebelumnya. Sebelum Gudang Voucher berdiri, BMT telah aktif menyediakan layanan mobile bagi Federal International Finance (FIF)), yaitu SMS reminder tagihan kredit motor. BMT menangani pula sistem TI di Ramayana Department Store karena sempat menyediakan layanan TI berupa integrasi sistem, pengembangan dan layanan mobile.

Buwana sangat optimistis terhadap prospek Gudang Voucher meski pada 2008 mulai muncul kompetitor. Selama ini penjualannya selalu meningkat 10% per bulan. “Jadi, peningkatan dalam setahun dapat mencapai angka 100%. Ini karena pengguna bertambah dan spesifikasi produk kami juga bertambah,” ujar sulung dari empat bersaudara kelahiran Yogyakarta itu. Terlebih, saat ini Gudang Voucher telah berekspansi hingga Singapura dan Australia. Gudang Voucher menjual vocer elektronik bagi orang di Australia dan Singapura yang memainkan game yang di-publish oleh publisher Indonesia — karena tentu akan sulit bagi mereka memperoleh vocer di sana.

Mengenai kompetisi, Buwana mengakui kini setidaknya ada lima perusahaan sejenis. Para kompetitor tersebut berusaha mendekati merchant-merchant yang telah bekerja sama dengannya. Bahkan, ada yang menjiplak strateginya. Namun, dia optimistis perusahaannya akan terus berkembang. Sejauh ini BMT masih mengandalkan pola pemasaran melalui sosialisasi, selain dengan menampilkan banner di properti milik merchant. “Misalnya, kami bekerja sama dengan Telkom Vision, maka banner atau running text kami ditampilkan di Telkom Vision. Jadi, pemasaran kami dibantu merchant. Itu saja sudah cukup,” kata kelahiran 29 April 1974 itu seraya menjelaskan, ke depan pihaknya akan mengembangkan bisnis e-commerce.

Sudarmadi/Kristiana Anissa

Sangkuriang Studio:

Orbitkan Wajah Nusantara

lewat Game


Meski usia Sangkuriang Studio (SS) relatif baru, namanya sudah cukup tersohor. Bahkan nama perusahaan perangkat lunak ini sampai ke telinga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kala itu, dalam sebuah acara, SBY menyebut-nyebut Nusantara Online – produk yang dikembangkan SS – sebagai contoh teknologi buatan anak negeri.

SS didirikan oleh Oka Sugandi dan teman-temannya dari Institut Teknologi Bandung, tahun 2006. Dalam waktu singkat, SS sudah cukup banyak mengembangkan produknya, yang mereka bagi ke dalam empat kategori.

Pertama, aplikasi multimedia (business to consumer – B2C). Kategori Ini merupakan cikal bakal berdirinya SS, berisi produk aplikasi yang penuh dengan media, seperti gambar, video, animasi, suara, dan sebagainya. Game merupakan bagian dari aplikasi multimedia ini, dan Nusantara Online (www.nusantara-online.com) merupakan game yang jadi produk pertama sekaligus kebanggaan SS.

“Nusantara Online merupakan game online, yang memungkinkan pemain-pemainnya dapat berkelana di dunia tiga dimensi Nusantara masa lampau untuk menyaksikan kembali cerita sejarah, legenda, dan hikayat Majapahit, Sriwijaya, Pajajaran,” tutur Oka Sugandi, CEO SS. Di sini pemain bisa menjadi pendekar, pemanah, penyihir, yang bersatu mempersatukan negeri.

Untuk memproduksi Nusantara Online, SS bekerja sama dengan PT Tele Nusantara Visi yang bertanggung jawab dari sisi konten gambar, video, suara, dan PT Nusantara Wahana Komunika (NWK) yang bertanggung jawab memasarkan Nusantara Online ke masyarakat luas.

Lalu SS juga sudah membuat Accessible-Pong (A-Pong). Ini merupakan game tiga dimensi pingpong online yang juga dapat dimainkan oleh tunanetra. “Tunanetra bermain pingpong di komputer dengan sepenuhnya mengandalkan indra pendengaran,” katanya menginformasikan.

Ada lagi, Angel & AngelLite. Angel merupakan game engine (mesin) untuk membuat game. “Nusantara Online dan A-Pong merupakan game yang dibuat di atas Angel,” lulusan Teknik Informatika ITB ini menjelaskan. AngelLite bersifat open source, yakni masyarakat dapat memanfaatkan game engine ini untuk membuat game secara cuma-cuma.

Kedua, rich Internet application (business-to-business – B2B). Kategori ini berisi produk aplikasi yang berjalan di atas Internet, misalya website dan portal. Sebagai contoh, bersama-sama dengan PT Divusi, SS mengembangkan website resmi pariwisata Indonesia (www.indonesia.travel). Lalu ada medialinks (www.medialinks.co.id), Nusantara online (www.nusantara-online.com), dan Wacana Nusantara (www.wacananusantara.org).

Ketiga, enterprise system (B2B). Kategori ini berisi aplikasi yang bertujuan membantu sebuah perusahaan atau organisasi dapat mengembangkan bisnisnya. Yang sudah dibuat SS adalah kartu fasilitas untuk pengontrolan subsidi BBM dan LPG Indonesia (www.kartufasilitas.com). Lalu sistem Informasi Perancangan Anggaran Biaya dan Pengawasan Proyek Pertamina Sumbagsel, pengembangan portal internal dan eksternal CNOOC SES Ltd., dan SS-Portal sebagai enterprise resource planning system usaha kecil-menengah.

Keempat, navigation & surveillance system (B2B). Kategori ini berisi aplikasi yang berhubungan dengan navigasi dan informasi geografis. Yang sudah dibuat adalah ADSB (teknologi pengganti radar) filter. Bersama-sama dengan PT Infokom mengembangkan sistem yang mendukung Air Traffic Control System di Indonesia. Telah terpasang di Makassar untuk bertukar informasi ADSB dengan Australia.

“Keunikan produk kami adalah easy to use,” ujar kelahiran Surabaya 10 Oktober 1985 ini. Artinya, semua produk ciptaan SS didesain untuk mudah digunakan dan user friendly, di samping fungsionalitasnya tinggi. Menurut Oka, untuk B2B, target pasarnya semua organisasi mulai dari perusahaan kecil hingga multinasional, organisasi nonprofit ataupun pemerintah. Kemudian B2C, targetnya tergantung pada produk yang ditawarkan. Misalnya, Nusantara Online ditargetkan untuk remaja yang telah terbiasa dengan Internet. Sementara A-Pong ditujukan untuk para tunanetra.

Dalam memasarkan produknya, untuk menyasar pasar B2B, SS punya divisi pemasaran yang bekerja secara aktif mencari tender dengan mendatangi perusahaan-perusahaan yang membutuhkan TI. “Strategi untuk B2C, kami memilih tidak masuk ke distribusi produk, tapi kami mencari partner yang telah terbiasa dengan memasarkan produk, karena prosesnya tidak kami kuasai,” tutur Oka. Ia mencontohkan, ketika memasarkan Nusantara Online, pihaknya memilih bekerja sama dengan game publisher, yaitu NWK.

Dilihat dari penghasilannya, SS terus berkembang, mulai dari pendapatan di bawah Rp 100 juta dengan 6 karyawan pada saat perusahaan ini berdiri menjadi beromset di kisaran Rp 500 juta-1 miliar tahun 2009 dengan dukungan 29 karyawan.

Tahun ini, Oka memiliki tiga target, yaitu memiliki 50-65 karyawan, punya kantor cabang representatif di Jakarta, dan menambah omset. “Target omset Rp 1,5-2,5 miliar,” ungkap Oka, yang pernah jadi pemenang pertama Microsoft’s Indonesia Imagine Cup 2007, dan penerima medali emas dalam ajang Indonesia Computer Olympiade.


Dede Suryadi dan Wini Anggraeni

Riset: Ratu Nurul Hanifah

InTouch:

Pelopor Penyedia Aplikasi dan Konten Mobile

Nama PT Integra Solusindo Telematika (InTouch) di ranah industri telekomunikasi dan teknologi informasi sudah tersohor. Dan, orang penting di belakangnya adalah Kendro Hendra, yang berperan sebagai direktur pengelola sekaligus pendiri perusahaan ini. Jangan heran, nama InTouch dan Kendro tidak saja terkenal di dalam negeri, melainkan juga di luar negeri.

Ketenaran InTouch ini dipicu keberhasilannya menciptakan sebuah device yang kemudian dibenamkan pada handset Nokia Communicator. Aplikasi yang melambungkan nama Kendro ini disebut dengan SettingWizard dan S80-Datamoverer. Dua aplikasi ini dilisensi Nokia secara global dan dibenamkan di ponsel Symbian S60 Nokia. Hebatnya, temuan itu diterjemahkan ke 127 bahasa.

SettingsWizard merupakan aplikasi yang bisa mengeset secara otomatis, baik SMS, MMS, e-mail maupun GPRS, saat pemilik ponsel memasukkan SIM card, tanpa harus mengetik ulang. Sementara, S80-Datamover adalah aplikasi yang memungkinkan pemindahan data secara otomatis dari satu ponsel ke ponsel lain. Tak hanya itu, masih banyak temuan Kendro dan timnya di InTouch yang juga dilisensi Nokia. Antara lain, AirGuard, AirFax, AirAlbum, AirVouchers dan AirRadio. “Biasanya kata depannya pakai ‘Air’,” ujar Kendro menginformasikan.

Dengan sejumlah temuannya itu, InTouch pun disebut-sebut sebagai pelopor bisnis penyedia mobile application dan mobile content di Indonesia. Memang, Kendro yang kelahiran Palembang 31 Desember 1955 sejak muda memiliki ketertarikan di bidang TI. Semasa kuliahnya di University of Manitoba, Kanada, ia menciptakan 30 aplikasi bergerak.

Setelah merampungkan kuliah, Kendro kembali ke Indonesia untuk memulai bisnis dengan mendirikan InMac, distributor Apple Macintosh. Perkenalannya dengan bisnis mobile dimulai pada 1990 ketika menggarap proyek pengembangan aplikasi untuk produk personal digital assistant (PDA) Apple Newton pertama yang menggunakan data card Nokia. Sejak itu, InTouch dipercaya mengembangkan aplikasi Nokia. SettingsWizard dan S80-Datamovaer adalah contohnya.

Bukan itu saja, Intouch juga berperan sebagai distributor produk data. Layanan awal InTouch adalah eNote dan iQuote. Selanjutnya, InTouch bersama Nokia menjadi mitra American Express dalam layanan mobile banking. Layanan transaksi perbankan di Amex ini hanya bisa diakses melalui Nokia 9110 Communicator. Bersama Nokia, InTouch pernah memberikan layanan informasi berbasis SMS seputar skor pertandingan di Piala Dunia Prancis (Juni-Juli 1998) dan informasi hasil pemilu di Tanah Air.

Salah satu aplikasi yang dikembangkan Intouch dan cukup berhasil adalah Club Nokia Station atau Nokia Download Station, fasilitas tempat pengguna ponsel Nokia memperoleh nada dering atau games. Intouch pun makin dipercaya Nokia, sehingga pada Mei 1999 ditunjuk perusahaan ponsel yang berpusat di Finlandia ini untuk mengembangkan kerja sama sampai kawasan Asia Pasifik ke 11 negara. “Untuk it,u saya mendirikan Intouch Wireless Services di Singapura,” ujar Kendro.

Menyinggung soal model bisnisnya, Kendro menjelaskan, pada intinya ada tiga: sebagai developer atau system integrator, service provider, dan pembuat aplikasi di ponsel. Pertama, sebagai developer, Intouch membuat aplikasi sesuai dengan permintaan klien. Misalnya, digital content download dan charging content, yang merupakan aplikasi data non voice. “Kliennya para operator seperti Telkomsel, dan beberapa operator dari Malaysia, Taiwan dan negara asia lainnya,” ia menerangkan.

Kedua, sebagai service provider, Intouch membuatkan aplikasi konten yang kemudian ditawarkan kepada operator. Di sini berlaku bagi hasil. Pendapatan Intouch didapat dari sistem bagi hasil dengan operator untuk setiap servis yang digunakan user. Contohnya, layanan air card.

Ketiga, membuat aplikasi yang dipaketkan dengan produk ponsel. Saat ini, Intouch memang lebih fokus bermitra dengan Nokia. Namun, menurut Kendro, pada dasarnya kemitraan dengan Nokia tidak bersifat eksklusif, sebab layanannya juga bisa dipakai oleh vendor ponsel lainnya. Imbalannya, Intouch mendapat fee untuk tiap ponsel yang terjual. Disinggung soal nilai bisnisnya, ia hanya tersenyum.

Selain itu, Kendro juga mengembangkan Mobile Reward Exchange (More) sebagai mata uang baru dalam berbisnis. Alat bayar ini pada dasarnya merupakan platform aplikasi mobile commerce. Mudahnya, alat baru ini merupakan kumpulan reward (bonus/diskon) dari beberapa perusahaan yang dapat ditukarkan dengan produk apa saja yang menjadi merchant. Sayangnya, ia lagi-lagi enggan membeberkan keuntungan bisnisnya dari sini.

Di balik itu semua, Kendro merasa apa yang dilakukan InTouch kebanyakan sebagai “tukang jahit”. Akibatnya, ia tidak bisa mengembangkan merek sendiri. “Pada akhirnya saya mengembangkan bisnis lagi,” katanya membeberkan. Pertengahan Agustus 2009, Intouch meluncurkan Mobinity.net. Produk baru ini merupakan “duplikasi” BlackBerry. Namun, patut dicatat, Mobinity mampu beroperasi di ponsel Symbian dan Java, di mana 80% pemakai ponsel menggunakan platform ini. “All operator dan all handset Symbian dan Java bisa memakainya,” ungkapnya setengah berpromosi.

Sigit A. Nugroho dan Dede Suryadi

m-STARS:

Andalkan Passion

Belakangan ini banyak perusahaan content atau service provider yang gulung tikar. Penyebabnya? Mereka hanya mengandalkan financial capital sebagai modal utama. “Padahal, modal utama yang dibutuhkan information and communication technology entrepreneur adalah passion agar tetap bisa bersaing dan bertahan,” ujar Joseph Lumban Gaol. Dengan passion, CEO PT Antar Mitra Prakarsa (AMP) itu menjelaskan, pengusaha akan terpacu untuk terus berkreasi. Ujung-ujungnya, pelaku bisnis ini dapat bermanuver lebih cepat.

Bagi Joseph, bidang teknologi informasi dan komunikasi (ICT) merupakan industri kreatif sehingga dibutuhkan model bisnis yang kreatif pula. Itulah sebabnya, meski telah sukses meluncurkan m-STARS pada 2007 dan menjadi pionir bisnis service provider, pihaknya tidak lekas puas. Melalui divisi strategi korporat, AMP terus berinovasi menelurkan ide-ide bisnis untuk produk dan layanan terbarunya.

Salah satu terobosannya adalah mengubah positioning. Ketika bisnis service provider yang fokus pada mobile agak jenuh, strateginya adalah mengubah positioning m-STARS secara perlahan menjadi media alternatif. Maklum, media tradisional kurang interaktif, sebaliknya dengan media alternatif lebih interaktif, ada payment system dan bisa membidik para pengiklan.

Kini, M-STARS mempunyai 6 bisnis: mobile commerce, mobile content, mobile advertising, music portal, digital label dan 3D social media. Dari keenam mesin uangnya itu, diakui Joseph, divisi mobile content dan digital label memberi kontribusi revenue terbesar. Rinciannya, 50% dari mobile content, 25% dari digital label dan 25% lagi dari

keempat bisnis lain. Sayang, pemilik 100 karyawan itu ogah buka kartu berapa total omset yang diraihnya.

Dijelaskannya, untuk bisnis mobile content, m-STARS menjual konten ke semua operator telekomunikasi, kecuali Mobile-8. Misalnya, konten dari tabloid Bola untuk Dunia Bola Telkomsel.

Bisnis digital label m-STARS mengusung nama dr.m. Bidang ini mulai dirintis pada 2008. Ada dua peran yang dimainkan dr.m, yaitu sebagai label yang merilis single (bukan album) dalam bentuk digital dan membantu mendistribusikan ring back tone (RBT). Single yang sukses dirilis dr.m antara lain Lentera Jiwa yang dinyanyikan Nugie, Online yang dibawakan Saykoji, dan Okelah Kalo Begitu dari Warteg Boyz. Tidak kurang dari 300 single lagu sudah didistribusikan RBT-nya oleh dr.m. Salah satu yang paling banyak diunduh adalah RBT Kuburan Band, Lupa-lupa Ingat.

Bagaimana dengan performa empat bisnis m-STARS yang lain? Bisnis media sosial 3D m-STARS diberi nama LILO. Ini adalah permainan online di dunia maya seperti Second Life. Target yang disasar m-STARS adalah remaja usia 12-19 tahun. Hebatnya, sekarang jumlah member-nya 150 ribu user. Dari jumlah tersebut, 30 ribu di antaranya adalah anggota aktif.

Lelaki berdarah Batak, kelahiran 11 Juni 1969, itu mengungkapkan, di bidang mobile commerce yang digeluti sejak awal 2009, m-STARS berperan sebagai payment gateway. Kliennya sekitar 30 merchant online, antara lain Gramedia Online, Mandala Airlines dan Pesan Delivery. Selain itu, klien datang dari kalangan agen/penjual pulsa online yang jumlahnya mencapai 2.000-an.

Bisnis mobile advertising dibesut Joseph pada 2007. Dia menganggap mobile adv sebagai media alternatif. Kala itu dia mengklaim bahwa perusahaannya adalah satu-satunya perusahaan lokal yang menawarkan jasa di bidang mobile adv secara komprehensif. Kliennya antara lain TVS, Garudafood, Citibank, Grup Orang Tua, Mizone, Unilever, Green Sand, Air Asia dan Softex.

Bagaimana dengan bisnis music portal? Bisnis yang dirambah sejak medio 2009 itu diawali dengan peluncuran portal musik bernama Popmaya, singkatan dari kata popular on maya (populer di dunia maya). Melalui situs www.popmaya.com, media ini menyajikan segala hal yang berkaitan dengan musik. Saat ini Popmaya memiliki 20 ribu member dan page view-nya di angka 500 ribu/bulan. Dengan prestasinya itu, pada Desember 2009 Popmaya terpilih sebagai Hot & Freaky 2010 versi Majalah Trax.

Tahun ini Joseph menargetkan omset m-STARS naik dua kali lipat. Salah satu strateginya adalah fokus pada mobile adv sebagai media alternatif para pengiklan. Maklum, tahun 2009 total billing yang didapat m-STARS mencapai Rp 2 miliar. “Prospek bisnis ini sangat potensial. Kini, justru media-media dari luar negerilah yang menikmati potensi pasar iklan lewat mobile phone. Lihatlah Admob. Situs dari AS ini traffic-nya pernah mendapatkan 1 miliar page view dari Indonesia dalam sebulan,” papar mantan Manajer Produk Senior PT Excelcomindo Pratama itu, tentunya dengan passion yang menggebu.

Eva Martha Rahayu/Wini Angraeni

Fajar Asikin:
Jatuh-Bangun di Dunia TI

Semangat wirausaha telah lama mengalir di diri Fajar Asikin. Ketika kuliah di Fakultas Teknik Perkapalan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Fajar sudah bercita-cita memiliki perusahaan sendiri. Namun karena keterbatasan modal, selepas kuliah ia terpaksa menjadi profesional terlebih dulu, bergabung dengan IBM Indonesia tahun 1991.

Dari IBM, Fajar sempat berlabuh menjadi Wakil Kepala Cabang Radnet (perusahaan ISP) di Surabaya. Hingga akhirnya pada tahun 2000 Fajar memberanikan diri memulai bisnis sendiri. Bermitra dengan beberapa rekannya, ia memulai dengan mendirikan lembaga kursus komputer lisensi dari Amerika Serikat. Usaha ini kandas, tetapi Fajar tidak menyerah. Ia lantas mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang penyedia tenaga java programmer, dengan klien, di antaranya, Bali Camp, anak usaha PT Sigma Cipta Caraka. Di situ Fajar ikut mengerjakan proyek-proyek Bali Camp pesanan dari luar negeri.

Bosan menjadi “tukang jahit”, Fajar mengubah perusahaannya menjadi software house yang mandiri. Kala itu ia fokus dalam pengembangan software akuntansi. “Ternyata, persaingan di segmen ini sangat ketat. Segmen pasar yang dibidik harus tegas, ritel atau korporat. Tidak boleh setengah-setengah,” ujarnya. Usaha ini pun akhirnya kandas.

Tak lelah berusaha, Fajar mendirikan PT Digital Sistem Semesta (DSS) bersama Edi Djuwito. Perusahaan ini fokus pada pengembangan aplikasi pada segmen sektor umum. Tahun 2005, DSS mendapat kepercayaan menangani sistem informasi pajak kendaraan bermotor. Ini merupakan sistem aplikasi yang besar dan harus dikerjakan banyak orang. “Bebannya sangat besar, tenggat waktu penyelesaian pekerjaan begitu pendek dan hasilnya menyangkut citra keberhasilan banyak orang,” ungkapnya. “Banyak anggota tim saya setelah menyelesaikan pengembangan aplikasi ini tidak tahan dan keluar dari perusahaan.”

Aplikasi yang diberi nama SI Pamor (Sistem Informasi Pajak Kendaraan Bermotor) tersebut dikembangkan karena pihaknya melihat ada celah di segmen tersebut. Menurut Fajar, di setiap daerah, hampir 70% pendapatan asli daerah dari pajak kendaraan, sehingga sistem ini akan menjadi sistem utama yang digunakan banyak Dinas Pendapatan Daerah, pengelola Kantor Samsat. Samsat merupakan kantor bersama bagi Instansi Direktorat Lalu Lintas Polda, Dinas Pendapatan Provinsi dan Jasa Raharja.

SI Pamor adalah sistem aplikasi yang terintegrasi untuk menangani proses pendaftaran kendaraan bermotor, mulai awal pendaftaran kendaraan baru, pembayaran pajak kendaraan dan bea balik nama kendaraan, hingga tercetak menjadi surat ketetapan pajak daerah (SKPD), surat tanda nomor kendaraan bermotor (STNK), serta bukti pemilikan kendaraan bermotor (BPKB).

Kini, 18 kantor Samsat di Jawa Timur telah menggunakan aplikasi SI Pamor. Hasil yang diperoleh Kantor Samsat tersebut juga sangat positif. Dari sisi pendapatan, daerah mengaku dapat meraih peningkatan pendapatan hingga 60%. Dan aplikasi ini juga sangat stabil, sehingga jarang sekali terjadi hang walau melayani pelanggan dalam jumlah yang lebih besar.

DSS juga terus berinovasi. Layanan yang ditawarkannya kini semakin beragam, mulai dari desain layanan hingga channel-nya. Kini tersedia SMS info pajak kendaraan 7070, layanan drive thru di 19 lokasi di Ja-Tim, Samsat link lintas wilayah, Samsat corner di beberapa mal, hingga Samsat mobile. Fajar mengatakan, semua itu terselenggara karena sistem yang menggunakan SI Pamor telah berjalan dengan sangat baik, sehingga inovasi back office-front office bisa dengan mudah dikembangkan ke berbagai layanan.

Berkat kepiawaiannya, tahun 2008 DSS mendapatkan penghargaan dalam INAICTA 2008 untuk kategori E-Government. “Kami juga mewakili Indonesia dalam APICTA 2008,” ujar Fajar. Saat ini, menurutnya, pemerintah harus bisa melayani tuntutan masyarakat yang semakin tinggi dan terus meningkat terhadap pelayanan publik yang transparan, akuntabel dan cepat.

Hingga saat ini, DSS masih terus melakukan pengembangan. Dengan pendapatan sekitar Rp 4 miliar/tahun (70% berasal dari aplikasi SI Pamor), perusahaan ini ingin terus menunjukkan eksistensinya di dunia peranti lunak di Tanah Air. Bahkan, mencanangkan tekad merambah pasar mancanegara.


Taufik Hidayat dan Ahmad Yasir Saputra

Sanny Gaddafi:

Kreator Situs Pertemanan

Asli Indonesia

Friends Uniting Program Especially Indonesian atau disingkat FUPEI. Ya, inilah situs jejaring sosial besutan lokal. Sebagai situs pertemanan, FUPEI memiliki berbagai fasilitas menarik, sebut saja connect, kirim-kiriman message, testimonial, album foto, musik, video, blog, e-card, games dan sebagainya. Dibesut pada 2004, saat ini jumlah member FUPEI sekitar 130 ribu orang, dan angka itu masih terus bertambah sekitar 300 orang per hari. Beberapa anggota FUPEI juga ada orang asing. Sebagian besar pengguna FUPEI berusia 15-35 tahun.

Adalah Sanny Gaddafi yang membesut FUPEI karena dipicu rasa penasaran melihat perkembangan Friendster. Terlebih, lajang kelahiran Bekasi 25 Agustus 1980 ini juga hobi berselancar di dunia maya dan mengantongi ilmu teknologi informasi. “Sebuah website yang amat sederhana dapat begitu cepat berkembang dengan mengandalkan fasilitas yang memang menjadi sifat dasar setiap manusia, yaitu bersosialisasi,” kata lulusan S-1 Teknologi Informasi dan Statistik dari Universitas Bina Nusantara dan S-2 Finance dari almamater yang sama ini.

Dengan modal sendiri, ia menyewa server. Dengan pertimbangan membantu Sanny yang menciptakan produk lokal, si pemilik server justru menggratiskan biaya sewanya. Alhasil, hanya dua-tiga bulan Sanny membayar sewa server dari koceknya. Untuk biaya server sebulan, ia mengaku tidak sampai Rp 1 juta. Terobsesi membesarkan FUPEI, pada 2006 Sanny membeli server sendiri dengan harga sekitar Rp 15 juta.

Keberadaan FUPEI rupanya memincut investor asal Amerika Serikat yang kemudian memfasilitasi FUPEI dengan server yang diletakkan di luar negeri. Hanya saja, kerja sama ini tak berlangsung lama. “Karena ketidakcocokan,” kata Sanny, yang kemudian membeli server baru lagi untuk FUPEI seharga sekitar Rp 20 juta pada awal 2008.

Saat pertama dibuat, Sanny memang belum memikirkan model bisnis FUPEI. Namun, sejak mendapat respons yang sangat bagus dari FUPEIs – sebutan bagi para pengguna FUPEI – sebagai freelance web developer, ia mulai menjadikan FUPEI sebagai salah satu portofolio bisnisnya. Maklum, dengan keberadaan FUPEI, sosok Sanny sebagai seorang web developer semakin dikenal. “Saya jadi dapat memperoleh proyek-proyek lain dan saat ini FUPEI menjadi prioritas bisnis saya,” ungkapnya.

Diakui Sanny, meski secara finansial saat ini FUPEI masih defisit, ia berniat untuk mengembangkan FUPEI secara lebih profesional. Pasalnya, perkembangan FUPEI makin lama makin membaik. Target ke depan adalah memperoleh investor untuk bisa mengembangkan FUPEI dengan lebih baik lagi. “Tidak perlu muluk-muluk berskala internasional, cukup di negara sendiri. Ya kami tidak mungkin head to head dengan Facebook,” ujar sulung dari dua bersaudara ini.

Kehadiran investor, lanjut Sanny, akan membantu dia mengembangkan FUPEI. Ia mengaku, kendala terbesar dalam mengembangkan FUPEI adalah persoalan server. Sanny merasa FUPEI sangat perlu meng-upgrade lagi servernya, terutama dengan semakin bertambahnya pengguna FUPEI. Anda tertarik menjadi investor Sanny?

Henni T. Soelaeman dan Kristiana Anissa

Beoscope:

“YouTube” Lokal ala Suryatin


Yang terjun sebagai digitalpreneur bukan cuma para pemula, melainkan juga tokoh bisnis kawakan sekelas Suryatin Setiawan. Ketika masih aktif berkarier sebagai profesional, namanya kala itu cukup identik dengan TI dan inovasinya PT Telkom. Maklum, bertahun-tahun ia mengepalai Divisi RisTI Telkom. Namun, begitu pensiun dari BUMN telekomunikasi ini – dengan jabatan terakhir Direktur Bisnis Jasa PT Telkom – tahun 2005, namanya seolah menghilang dari orbit bisnis.

Rupanya, Suryatin hanya pensiun sebagai profesional. Ia pernah menekuni bisnis energi alternatif. Mantan petinggi TI Telkom ini juga mengembangkan Talent Source, semacam lembaga pelatihan dan sertifikasi tenaga TI.

Nah, berkembangnya pengguna Internet di Indonesia membuatnya tertarik membuat portal file sharing khusus video dengan nama Beoscope (www.beoscope.com). Secara umum, Beoscope ini mirip dengan YouTube, tetapi boleh dibilang kategori kontennya lebih jelas. Misalnya, ada kanal i-Music, yang menampilkan video segala jenis musik di Indonesia, mulai dari musik tradisional, dangdut, campur sari sampai musik dari indie band. Juga, ada i-Movies untuk menampung komunitas yang menekuni pembuatan film pendek kreatif, tetapi tidak masuk ke major label (alias indie movies). Bagi mereka yang baru jalan-jalan dari luar negeri dan ingin berbagi video perjalanannya disediakan kanal Beos Oleh-oleh.

Situs ini pun bebas konten pornografi dan berbau SARA karena ada aplikasi Watch Dog yang terus memantau 24 jam dan akan segera menghapus fail video tersebut. “Format apa pun bisa, tidak perlu menggunakan kamera canggih dan mahal,” ungkap Suryatin bersemangat. “Semua orang bisa show off.”

Purnawan Kristanto adalah salah seorang penggemar berat Beoscope. Sejak November 2007 ia mengirimkan video klip buatannya. Jumlah video yang sudah diunggahnya lebih dari 570 klip, yang mencakup beragam kegiatan.

“Di Beoscope, kontennya khas Indonesia. Klip yang dimuat, sebagian besar hasil karya orang Indonesia. Bila dibandingkan dengan YouTube, fitur yang ada di Beoscope memang masih kalah. Namun kekuatan Beoscope adalah sisi lokalitasnya,” papar Purnawan mengungkap kecintaannya pada situs ini.

Dengan slogan The Display of Indonesia, Beoscope tampaknya memang ingin menampilkan segala macam konten berbau Indonesia. “Ini bedanya dari YouTube, kami sangat spesifik. Kami ingin menjadi displai segala sesuatu tentang Indonesia, mulai dari wisata, sejarah, hingga kuliner,” tutur Suryatin. Itulah yang membuat Suryatin yakin akan potensi bisnisnya. Menurutnya, YouTube terlalu global, sehingga pemasang iklan atau sponsor enggan hadir. Sementara portal yang dikelolanya lebih spesifik untuk orang Indonesia. Diklaim Suryatin, saat ini sudah lebih dari 18 ribu orang yang terdaftar sebagai anggota di situsnya, dengan jumlah pengunjung rata-rata 9 ribu per hari.

Sejauh ini, Beoscope telah mampu menarik beberapa perusahaan untuk pasang iklan. Selain itu, hampir semua operator telekomunikasi pernah mensponsori ajang kompetisi yang diadakan Beoscope, seperti kompetisi Video Battle of Song, video klip band Indie, dan kompetisi video animasi Animafest. Jika dibanding televisi, portal ini termasuk murah buat dijadikan tempat beriklan. Satu space banner video utama tarifnya Rp 1 juta per minggu. Video iklan dengan space yang lebih pendek harganya bisa setengahnya.

Sekarang Beoscope sedang menjajaki masuk ke layanan video streaming bekerja sama dengan beberapa stasiun TV untuk menampilkan tayangan TV terbaru hingga yang terdahulu agar tidak dijadikan arsip semata. Tayangan-tayangan itu jika ingin ditonton dikenai tarif. Nah, untuk membayarnya menggunakan sistem micropayment. “Nantinya kami akan menggabungkan konsep YouTube dan Facebook ke dalam Beoscope, agar lebih interaktif,” kata pria kelahiran Semarang tahun 1954 ini.

Suryatin mengaku, untuk membuat portal Beoscope dibutuhkan investasi yang lumayan besar, mencapai Rp 1,7 miliar, terutama digunakan buat keperluan infrastruktur, server dan storage. Timnya sendiri relatif tidak besar, hanya terdiri dari 10 orang.

Gagasan Suryatin mengembangkan Beoscope, diacungi jempol oleh Yoris Sebastian, konsultan pemasaran dari OMG Creative Consulting. Menurutnya, Beoscope punya peluang cukup besar untuk sukses seperti YouTube. Syaratnya, Beoscope harus rajin mengunggah materi-materi yang sedang hangat di Tanah Air. “Jadi, Beoscope perlu giat menjalin kerja sama dengan pihak lain, seperti acara Kick Andy yang saat ini masih mengunggah tayangannya di YouTube,” ungkapnya. “Pendeknya, Beoscope punya peluang besar kalau dieksekusi dengan baik,” kata Yoris yakin.


A. Mohammad B.S. & Moh. Husni Mubarak

Riset: Siti Sumariyati

Thomas Joseph:

Pionir Sistem Kodifikasi

Harus diakui, Internet sudah merasuk ke hampir semua sisi kehidupan manusia modern. Saat ini orang demikian mudah mengakses Internet, kapan pun dan dimana pun. Sebelumnya, Internet identik dengan komputer. Kini telah tersedia bagitu banyak peranti yang dapat digunakan untuk mengakses Internet.

Dengan mewabahnya Internet, kini hampir semua perusahaan sudah mencantumkan alamat website-nya pada kemasan produknya. Sehingga, pelanggan dapat dengan mudah mendapatkan informasi jika membutuhkannya. Pertanyaannya, adakah jaminan alamat website perusahaan itu ditulis dengan benar oleh calon pengunjung? Jangan-jangan, karena alamat website-nya terlalu panjang atau konsumen salah tulis, komunikasi bisa terputus.

Pertanyaan inilah yang menginspirasi Thomas Joseph mengembangkan teknologi pengodean yang dinamai StarCode. Dengan mengibarkan bendera Future Mediatrix, lulusan Jurusan Desain Grafis Universitas Trisakti ini mengutak-atik teknologi pengodean. “Dengan menggunakan sistem kodifikasi, kemungkinan kesalahan bisa diminimalisasi,” ujarnya. Menurut pria kelahiran 7 Juli 1980 ini, banyak alamat website perusahaan yang tak mudah diingat. “Kadang alamat terlalu panjang. Dan, orang cenderung malas mencatat,” katanya tandas. Sebagai konsekuensinya, pelanggan acapkali gagal mengakses website hanya gara-gara salah menuliskan alamat URL atau tautan.

StarCode merupakan sistem mobile website dan aplikasi lain yang dapat diakses dengan telepon seluler. Caranya, hanya dengan memindai gambar StarCode dengan menggunakan ponsel berkamera, dengan sendirinya gambar itu akan menghubungkan ke website pemilik kode. Sebenarnya, cara kerja StarCode tidak jauh beda dari barcode yang sering dijumpai di hampir semua produk. Namun, barcode hanya menunjukkan harga di layar code reader, sedangkan StarCode menghubungkan ke alamat website. “Tentu saja, di dalam ponsel harus diinstal code reader-nya dulu, baru bisa digunakan,” ujar Thomas. Jadi, pemindaian gambar hanya bisa dilakukan pada program code reader yang terinstal di ponsel. Jadi, begitu gambar dipindai, ponsel akan langsung terhubung ke website perusahaan.

Teknologi kode ini sejatinya telah banyak digunakan di beberapa negara maju. Sebut saja, Singapura, Finlandia dan Jepang. “Masyarakat di sana sudah sangat akrab dengan Internet. Jadi, ketika mereka membutuhkan informasi, tinggal klik ke website,” kata Thomas. Nah, untuk menghindari kesalahan ketik dan faktor lainnya, dibuatlah kode ini. Di Finlandia dan Jepang, misalnya, dikenal dengan Up Code dan Jp Code. “Tetapi gambar kode itu hanya bisa diakses melalui reader tertentu,” katanya. Keunggulan StarCode adalah bisa dibaca pada semua jenis code reader.

Bisinis yang dikembangkan Thomas ini boleh dibilang benar-benar baru. Belum ada yang berani serius di bidang ini. Memang Harian Kompas dan Telkom telah menggunakan sistem ini, tetapi keduanya menggunakan kode ini untuk kalangan sendiri saja, bukan untuk tujuan komersial. “Kami yang pertama di bisnis ini,” ungkap Thomas seraya menyebutkan, perusahaannya memulai bisnis ini pada April 2009 dengan investasi yang tergolong kecil, Rp 100 juta.

Diakuinya, sampai sekarang ia memang belum bisa menikmati keuntungan dari bisnis yang dibangunnya ini. Klien yang didapat juga baru satu, Pedigree (perusahaan makanan dan jual- beli hewan peliharaan). Ia mengaplikasikan layanan Secure Code, yaitu kode untuk mengidentifkasi sertifikat hewan peliharaan. “Perlunya untuk menghindari pemalsuan,” katanya menjelaskan.

Thomas menyadari masyarakat belum aware dengan kode ini. Maka, ia pun harus mengeluarkan energi ekstra untuk edukasi pasar. “Kami kerap mengadakan seminar dan tiap Jumat di kantor mengadakan workshop gratis,” ujarnya. Tim Thomas beranggotakan lima orang. Untuk membiayai “bayi”-nya ini, ia mengambil dana dari ladangnya yang lain. “Saya kan web developer juga,” katanya sembari menambahkan, masa depan pengembang web agak suram. “Saya sudah siapkan senjata,” ujar Thomas menandaskan.

StarCode, menurutnya, tidak hanya untuk mempermudah konvergensi media luring (offline) ke media daring (online), tetapi di dalamnya bisa dimodifikasi lagi. Total produk dan solusi StarCode ada empat. Yakni, NameCode/AdCode/MediaCode, Quiz Code, CRMCode dan Secure Code. “Kami juga menyediakan CostumCode bagi yang memerlukan kode spesial sesuai kebutuhan,” katanya. Ke depan, ia akan menjajaki kerja sama dengan berbagai perusahaan. Ia juga yakin, pada waktunya nanti bisnis ini akan boom. “Beberapa tahun ke depan, orang akan semakin akrab dengan mobile website. Dan, saat itu kami sudah siap, karena kami yang pertama,” ujarnya kembali mengklaim.


Taufik Hidayat dan Sigit A. Nugroho

Bookjetty:

One Stop Place

buat Pecinta Buku Dunia

Situs Amazon.com sudah dikenal sebagai toko buku online terbesar di dunia. Dari waktu ke waktu layanannya terus bertambah. Toh, bukan berarti semua kebutuhan para pecinta buku dunia sudah terpenuhi. Contohnya, sering ada pertanyaan apakah sebuah buku sudah tersedia di negara seorang penggemar. Kebutuhan lainnya, misalnya, bagaimana mengatalog (secara online) koleksi buku mereka pribadi? Nah, adanya kebutuhan khas dari para penggemar buku inilah yang ditangkap oleh Herryanto Siatono, anak muda asal Indonesia, yang kemudian meluncurkan situs Bookjetty.com.

Lewat situs besutan lulusan Jurusan Teknologi Bisnis dari INTI College, Malaysia (akhir 1999) ini, pengguna bisa melacak buku yang diinginkan. Juga, melacak apakah buku itu sudah ada di negara masing-masing. Dengannya, pengguna pun bisa membuat rak buku online dan terkoneksi dengan rak buku kawannya. Situs ini terkoneksi dengan Amazon.com, toko buku online terbesar di dunia, serta 300 perpustakaan di 11 negara. “Keunikan Bookjetty mungkin lebih sebagai one stop place buat pecinta buku untuk menghubungkan mereka bukan hanya dengan toko buku, tapi juga dengan perpustakaan dan teman-teman mereka,” ujar pria 32 tahun yang masuk daftar entrepreneur muda Asia berprestasi ini.

Situs Bookjetty terbilang baru, karena diluncurkan pada 2008. Model bisnisnya cukup unik, yakni menggaet pendapatan dari komisi penjualan toko buku dan online advertising. Saat ini penggunanya mencapai 5 ribu, pelanggan utamanya kebanyakan dari Singapura dan Amerika Serikat. Menurut Herry, ia membutuhkan waktu 6 bulan untuk mengembangkan situs ini. Modalnya yang sekitar Sing$ 30 berasal dari tabungan sendiri.

Cikal bakal Bookjetty dimulai ketika Herry selesai mempelajari framework (bahasa pemrograman) pengembangan Web baru, yang dikenal dengan nama Ruby On Rails. “Saya buat simple hack yang menggabungkan katalog Amazon dan verifikasi langsung apakah bukunya tersedia di perpustakan nasional Singapura,” ujar penggemar buku ini. Sesudah satu tahun, ia baru berpikir untuk mengembangkan Bookjetty menjadi platform sosial para pecinta buku, seperti halnya Facebook.

Sekarang, ia mengaku mengelola situs Bookjetty di waktu luangnya saja, terutama setelah pulang kerja. Maklum, ia masih aktif bekerja di Yahoo. ”Selagi boss gua kagak komplain,” ujar Front end Engineering Lead Yahoo ini seraya tertawa. Di Yahoo sendiri, ia sedang mengerjakan proyek Yahoo News untuk Asia Tenggara.

Diakui Herry, persaingan di kategori ini masih cukup tinggi, terutama menghadapi situs yang berasal dari AS, seperti LibraryThing, GoodReads, Shelfari dan Anobii. ”Semua pesaing itu memiliki backing yang kuat,” katanya. Ia mencontohkan Shelfari. Situs ini mendapat dukungan dari Amazon. Lalu ada LibraryThing yang didukung AbeBooks dan Cambridge Information Group. Bookjetty sendiri, menurutnya, belum memiliki backing yang kuat.

Herry menyebutkan, pasar Bookjetty lebih diarahkan ke Asia Tenggara. Ia berharap dengan berintegrasi dengan Facebook, dan sejumlah penambahan aplikasi lainnya – seperti bookmarking quotes dan books classifieds – akan memperkuat eksistensi Bookjetty, terutama di wilayah regional (Asia Tenggara). “Pengguna baru masih terus bertambah, tapi belum mencapai critical mass yang diperlukan buat mencapai tipping point,” katanya mengakui.

Indonesia, menurutnya, juga pasar yang potensial. Alasannya, pengguna Internet di Indonesia meningkat pesat. ”Bisnis ICT masih dalam tahap perkembangan awal di Indonesia. Jadi, kesempatannya masih sangat besar untuk diterjuni,” ujarnya optimistis.

Meskipun nama situs dan sosoknya sendiri makin sering dipublikasi, Herry mengaku belum punya keberanian melepaskan diri dari tempat bekerjanya saat ini agar bisa fokus mengembangkan Bookjetty. Alasannya, ia punya komitmen pada keluarga – ia baru saja berkeluarga – dan tak mau ambil risiko. Selain itu, ia mengaku senang bekerja di Yahoo di mana ia menemukan banyak orang pandai. “It’s a great experience,” ucapnya.

2 komentar:

  1. Selamat Tahun Baru semuanya,

    Nama saya Mia.S. Saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati karena ada penipuan di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial, dan putus asa, saya telah scammed oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai seorang teman saya merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 JUTA) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dengan tingkat bunga hanya 2%.

    Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah saya diterapkan untuk dikirim langsung ke rekening saya tanpa penundaan. Karena aku berjanji padanya bahwa aku akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman dalam bentuk apapun, silahkan hubungi dia melalui emailnya: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com

    Anda juga dapat menghubungi saya di email saya ladymia383@gmail.com dan miss Sety yang saya diperkenalkan dan diberitahu tentang Ibu Cynthia dia juga mendapat pinjaman dari Ibu Cynthia baru Anda juga dapat menghubungi dia melalui email nya: arissetymin@gmail.com Sekarang, semua yang saya lakukan adalah mencoba untuk bertemu dengan pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening bulanan.

    BalasHapus
  2. Halo, aku Mrs. Sandra Ovia, pemberi pinjaman uang pribadi, apakah Anda dalam utang? Anda perlu dorongan keuangan? pinjaman untuk mendirikan sebuah bisnis baru, untuk bertemu dengan tagihan Anda, memperluas bisnis Anda di tahun ini dan juga untuk renovasi rumah Anda. Aku memberikan pinjaman kepada perusahaan lokal, internasional dan juga pada tingkat bunga yang sangat rendah dari 2%. Anda dapat menghubungi kami melalui Email: (sandraovialoanfirm@gmail.com)
    Anda dipersilakan untuk perusahaan pinjaman kami dan kami akan memberikan yang terbaik dari layanan kami.

    BalasHapus