Selasa, 09 November 2010

Boss Bukan Pemimpin

Panggilan boss itu memang sudah biasa di dalam dunia usaha walaupun mungkin maksudnya untuk menghormati. Namun, menurut saya, sebetulnya panggilan boss itu lebih terkesan ada maunya, ada pamrihnya. Saya sendiri tidak bangga dengan panggilan itu. Risih rasanya. Saya tidak ingin jadi boss. Saya ingin menjadi entrepreneur leader, seorang entrepreneur yang juga seorang pemimpin.
Dalam hal ini, John C, Maxwell, yang menyoroti perbedaan antara boss dan pemimpin mengatakan, seorang pemimpin lebih punya itikad baik, lebih bijak, baik dalam sikap dan tingkah lakunya. Dia lebih bisa melatih atau mendidik pengikutnya. Katakanlah, seorang karyawan yang baru masuk menjadi cepat berkembang, karena pemimpin mampu menimbulkan rasa antusiasme pada karyawannya.
Tetapi lain halnya, dengan seorang boss. Boss lebih mirip dengan juragan, seorang boss itu lebih banyak maunya sendiri. Egoismenya tinggi, dan sikap atau tingkah lakunya lebih terkesan menggiring pekerjaannya dan kerap menimbulkan rasa takut pada anak buahnya. Karena sikap itu menyagkut pola rasa dan pola pikir, sehingga pengaruh sekap boss semacam itu, menurut seorang pakar kepribadian, Dale E. Golloway, akan membuat anak buahnya menjadi gelisah, menderita, melukai hati, dan bahkan bisa mendatangkan musuh.
Seorang boss juga lebih tergantung pada  wewenang, terutama wewenang struktural. Kalau tidak lagi memiliki wewenang, maka pengaruhnya tidak ada. Bahkan orang lain tidak lagi respek pada dia, manakala sudah tidak menjadi boss lagi. Itulah memang konsekuensinya kalau seseorang lebih menggunakan wewenang struktural. Jadi orang lebih terpengaruh pada boss yang punya wewenang tersebut, dan bukan pada hubungan moral seperti yang lebih baik dilakukan seorang pemimpin.
Dan, saya kerap melihat, bahwa seorang boss cenderung suka menyalahkan anak buahnya, karena dia memang lebih suka menetapkan kesalahan tanpa menunjukkan jalan keluar, dan boss itu tahu bagaimana itu dilakukan. Tapi lain halnya dengan seorang pemimpin, dia lebih tahu bagaimana memperbaiki kemacetan yang dilakukan bawahannya atau pengikutnya dan bisa menunjukkan cara mengatasinya.
Boss juga lebih suka mengatakan “Aku”, sementara pemimpin lebih suka mengatakan “Kita”. Perbedaannya tak hanya itu. Boss juga lebih suka mengatakan “Jalan”! jadi lebih bersikap otoriter. Sangat berbeda dengan cara pemimipin dalam menggerakkan karyawannya lebih bersikap egaliter, maka tak mengherankan lebih cenderung mengatakan “Mari kita jalan!”.
Oleh karena itulah, dalam mengembangkan bisnis kita dan dalam menghadapi persaingan bisnis ysng semakin keras saat sekarang ini, saya kira memang dibutuhkan entrepreneur – entrepreneur leader. Keberhasilan bisnis kita akan lebih sukses karena tindakan dan keputusan strategis yang diambil oleh  entrepreneur leader.

Sebab, dalam kepemimpinannya mereka lebih menekankan pada hubungan manusiawi, sehingga orang – orang di bawahnya termotivasi dan lebih mampu menggunakan pemikiran dan wawasan kreatifnya. Sebaliknya, boss tidak mampu menumbuhkan sikap semacam itu. Maka, jadilah entrepreneur leader.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar